Rabu, 12 Juni 2013

Mengapa Islam Melarang Minum Miras

SEBELUM datangnya Islam, masyarakat Arab sudah akrab dengan minuman beralkohol atau disebut juga minuman keras (khamar dalam bahasa arab). Bahkan menurut Dr. Yusuf Qaradhawi dalam kosakata Arab ada lebih dari 100 kata berbeda untuk menjelaskan minuman beralkohol. Di samping itu, hampir semua syair/puisi Arab sebelum datangnya Islam tidak lepas dari pemujaan terhadap minuman beralkohol. Ini menyiratkan betapa akrabnya masyarakat tersebut dengan kebiasaan mabuk minuman beralkohol.
Apakah menurut pandangan Islam alkhohol dan khamar itu sama?
Dalam banyak kasus, keduanya identik. Namun sesungguhnya yang dimaksud dengan khamar di dalam Islam itu tidak selalu merujuk pada alkohol. Yang disebut khamar adalah segala sesuatu minuman dan makanan yang bisa menyebabkan mabuk.
Perlu diingat bahwa alkohol hanyalah salah satu bentuk zat kimia. Zat ini juga digunakan untuk berbagai keperluan lain seperti dalam desinfektans, pembersih, pelarut, bahan bakar dan sebagai campuran produk-produk kimia lainnya. Untuk contoh-contoh pemakaian tersebut, maka alkohol tidak bisa dianggap sebagai khamar, oleh karenanya pemakaiannya tidak dilarang dalam Islam.
Sebaliknya, jenis obat-obatan seperti psikotropika dan narkotika, walaupun mereka tidak mengandung alkohol, dalam pandangan Islam mereka dikategorikan sebagai khamar yang hukumnya haram/terlarang.
Ada orang yang mengaku tidak mabuk walaupun minum minuman keras dalam jumlah yang banyak. Untuk orang seperti itu apakah dihalalkan (diperbolehkan) untuknya minum minuman keras?
Aturan larangan (pengharaman) minuman keras (khamar) berlaku untuk seluruh umat Islam serta tidak ada perkecualian untuk individu tertentu. Yang dilarang dalam Islam adalah tindakan meminum khamar itu sendiri, terlepas apakah si peminum tersebut mabuk atau tidak.
Hal ini cukup jelas dinyatakan dalam surat Al-Maidah ayat 90: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
Untuk menjelaskan larangan ini ada sebuah analogi sederhana: Larangan mengemudi dalam keadaan mabuk diukur berdasarkan jumlah kandungan alkohol di dalam darah, bukan kondisi mabuk-tidaknya seseorang. Artinya, jika di dalam darah seseorang terkandung alkohol dalam jumlah yang melebihi batas maka dia dinyatakan melanggar aturan, terlepas apakah ia mabuk atau tidak.
Mengapa minuman beralkohol dilarang dalam Islam, padahal sejumlah penelitian menunjukkan bahwa minuman tersebut memberikan manfaat?
Islam bukan tidak mengetahui sisi manfaat khamar, namun dalam pandangan Islam dampak kerusakan khamr dalam kehidupan manusia jauh lebih besar dari manfaat yang bisa diperoleh. Hal ini dinyatakan di dalam Al-Quran surat Al Baqarah ayat 219 yang artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.” [renada/IP/AN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.